Search This Blog

Minggu, 19 Februari 2023

Bagaimana Status Hukum Jual Beli Followers Instagram ? - detikNews

Jakarta -

Dunia sosial media berkembang pesat. Tidak hanya menjadi media jual beli barang, akun Instagram dengan followers puluhan ribu kini menjadi objek dagang. Lalu bagaimana di mata hukum?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca. Berikut pertanyaan lengkapnya:

Bagaimana kedudukan followers sebagai objek jual beli di Instagram?
Dan bagaimana keabsahan perjanjian jual beli followers Instagram menurut hukum perjanjian/hukum perdata?

Pertanyaan di atas dijawab oleh penyuluh hukum dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham. Berikut jawabannya:

Subjek hukum secara umum adalah setiap orang yang menjadi pemangku hak dan kewajiban. Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manusia dan badan hukum. Manusia sebagai subjek hukum sejak saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, bahkan seorang anak yang masih di dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir), apabila kepentingannya memerlukannya (menjadi ahli waris).

Objek Hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum) dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum disebut juga benda dalam bahasa Belandanya disebut zaak yang terdiri dari benda berwujud, benda bergerak, benda tetap dan benda tak berwujud. Jenis benda dalam KUH Perdata dapat kita lihat pada pasal 503, pasal 504 dan pasal 505.

Manusia sebagai subjek hukum memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum apabila manusia itu telah dewasa serta sehat rohaninya/ jiwanya, dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Oleh karena itu, seorang manusia dianggap cakap hukum harus memenuhi dua kriteria, yaitu dewasa, sehat rohaninya atau jiwanya, dan tidak berada di bawah pengampuan.

Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orangperorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Perjanjian menurut rumusan pasal 1313 KUH Perdata, didefinisikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Pada Pasal 1338 KUH Perdata dijelaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian merupakan salah satu sebab timbulnya perikatan. Dengan timbulnya perikatan, maka semua pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi masing-masing.

Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas konsensualisme, dimana perjanjian terebentuk karena adanya konsensus atau perjumpaan kehendak diantara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Artinya perjanjian lahir ketika dicapainya kata sepakat. Dengan kata lain, tanpa adanya sepakat, maka tidak akan ada perjanjian. Oleh karena itu, adanya sepakat ini juga merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jika syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian tersebut dapat dilakukan pembatalan.

Adapun berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata menerangkan bahwa setidaknya ada empat syarat yang harus terpenuhi agar perjanjian tersebut sah menurut hukum, yaitu:

1. Kesepakatan para pihak yang terlibat
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua berupa kesepakatan para pihak yang terlibat dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan para subjek yang membuat perjanjian itu. Sementara syarat ketiga dan keempat berupa suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang halal dinamakan syarat objektif karena berkenaan dengan objek dalam perjanjian tersebut.

Jika syarat subjektif (syarat sah perjanjian poin pertama dan kedua) tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Namun, apabila syarat objektif (syarat sah perjanjian poin ketiga dan keempat) yang tidak terpenuhi, perjanjian yang dibuat dikatakan batal demi hukum atau berarti perjanjian dianggap tidak pernah terjadi.

Peraturan khusus yang mengatur transaksi internet yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik atau disingkat UU ITE. Kontrak elektronik juga harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional,di mana mengikat para pihak sebagaimana pasal 18 ayat 1 UU ITE yang menyebutkan bahwa:

Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.

Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.Pasal 18 ayat 1 UU ITE

Namun sistem hukum perdata, di mana sahnya jual beli melalui internet masih belum dapat dikatakan sah dalam salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu kecakapan para pihak dalam melakukan transaksi jual beli. Karena dalam jual beli online seseorang tidak tahu apakah orang tersebut sudah cakap hukum seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.

Jadi terkait jual beli di dunia maya / internet dapat diambil poin sebagai berikut :

1. Keabsahan perjanjian jual beli melalui internet harus memiliki keabsahan yang sama dengan perjanjian konvensional sepanjang dapat dibuktikan dan memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 BW. Terutama Para pihak dalam jual beli melalui internet. Dalam transaksi jual beli melalui media internet juga melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan internet dan bank sebagai sarana pembayaran.

2. Penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perjanjian jual beli online apabila ada pihak yang dirugikan yaitu dapat meminta ganti rugi atas wanprestasi,karena wanprestasi tersebut telah merugikan pihak lain melalui jalur Litigasi menurut Pasal 38 ayat (1) UU ITE dan melalui non Litigasi menurut Pasal 39 ayat (2) UU ITE.

3. mengenai hukum yang ada dan yuridiksi hukum yang mengikat kedua belah pihak karena adanya keraguan mengenai hukum yang ada dan yuridiksi hukum yang mengikat kedua belah pihak yang melakukan bisnis atau transaksi. Terutama jika terjadi sengketa / permasalahan hukum

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
KUHPERDATA
HIR
UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Penyuluh Hukum Ahli Madya
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham

Adblock test (Why?)



from "bagaimana" - Google Berita https://ift.tt/5fRg4Ii
via IFTTT

from Cara Muncara https://ift.tt/FNVJlbE
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apun Bahan Scheme Assam 2024: Eligibility, Required Documents and Application Process - PM Scheme Hub

[unable to retrieve full-text content] Apun Bahan Scheme Assam 2024: Eligibility, Required Documents and Application Process    PM Scheme Hub