Search This Blog

Minggu, 19 Februari 2023

Demi Keselamatan Dunia, Amerika Wajib Resesi! - CNBC Indonesia

  • Perekonomian Amerika Serikat masih kuat, terlihat dari kondisi pasar tenaga kerjanya. Tingkat pengangguran turun ke level terendah sejak lebih dari 50 tahun terakhir. 
  • Dalam kondisi saat ini, kabar baik dari Amerika Serikat adalah berita buruk bagi dunia. Pasar tenaga kerja yang kuat artinya inflasi akan sulit turun, hal ini membuat The Fed bisa agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya. 
  • Pasar melihat suku bunga The Fed bisa mencapai 5,5% bahkan bisa hingga 6%, hal ini bisa memicu gejolak di pasar finansial, dolar AS perkasa dan mata uang lainnya terpuruk. Hal ini bisa memicu perang melawan inflasi yang tak kunjung selesai.

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Amerika Serikat (AS) masih sangat kuat meski bank sentralnya menaikkan suku bunga secara agresif. Hal ini terlihat dari pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran masih sangat rendah, rata-rata upah juga naik cukup tinggi.

Departemen Tenaga Kerja AS pada awal bulan ini melaporkan sepanjang Januari perekonomian Paman Sam mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 260.000 orang.

Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dari sebelumnya 3,5%. Persentase penduduk yang tidak bekerja tersebut berada di posisi terendah sejak Mei 1969.

Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Dalam kondisi normal hal tersebut tentunya menjadi kabar yang sangat baik. Namun, dunia sedang tidak normal, inflasi tinggi melanda di berbagai negara. Nyaris semua bank sentral di dunia mengerek suku bunga dengan agresif guna menurunkan inflasi.

Di Amerika Serikat inflasi memang sudah mulai menurun, tetapi jika pasar tenaga kerja kuat dengan kenaikan rata-rata upah yang cukup tinggi, maka inflasi akan bandel alias sulit turun. Sebabnya, daya beli masyarakat yang masih kuat, permintaan masih tinggi yang membuat harga barang dan jasa susah turun.

Untuk melemahkan pasar tenaga kerja sehingga inflasi menurun dengan cepat, Amerika Serikat perlu mengalami resesi. Ketika itu terjadi, maka roda bisnis menjadi melemah, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa terjadi.

Resesi memang menyakitkan, tetapi menjadi jalan cepat menurunkan inflasi. Sebaliknya jika kondisi saat ini terus berlanjut, maka inflasi tinggi bisa mendarah daging di Amerika Serikat.

Jika inflasi tak kunjung turun, maka stagflasi yang lebih buruk dari resesi akan terjadi. Sebab, saat stagflasi inflasi masih tinggi begitu juga dengan tingkat pengangguran yang berisiko melesat naik.

Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan RI (periode 2013-2014) Chatib Basri juga menyatakan untuk mendinginkan atau meredam gejolak inflasi Amerika Serikat perlu mengalami resesi.

Hal ini sekaligus merujuk dari pernyataan Mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers dalam sebuah diskusi publik beberapa waktu silam.

"Karena logikanya kalau resesi dilakukan, pengangguran terjadi, tingkat upah turun, maka harga-harga bisa dikendalikan, jadi resesinya by design maka dia (Lerry Summers) menganjurkan The Fed terus menaikkan suku bunga," ujar Chatib dalam acara Bank Syariah Indonesia Global Islamic Finance Summit 2023, dikutip Jumat (17/2/2023).

Jika inflasi tidak kunjung turun tidak hanya Amerika Serikat yang akan menderita, tetapi dunia. Sebab bank sentral AS (The Fed) kemungkinan akan agresif dalam menaikkan suku bunga, pasar finansial global akan mengalami "gempa".

Saat ini saja pasar sudah melihat The Fed akan menaikkan suku bunga 3 kali lagi di tahun ini, pada Maret, Mei dan Juni masing-masing 25 basis poin. Probabilitas kenaikan pada Juni pun lumayan tinggi, 55%.

fedwatchFoto: FedWatch/CME Group

Jika terealisasi, maka suku bunga The Fed pada Juni akan mencapai 5,25% - 5,5%, lebih tinggi dari proyeksi The Fed 5% - 5,25% dan bakal dipertahankan dalam waktu yang lama, higher for longer.

CEO JPMorgan, Jamie Dimon pada Januari lalu bahkan menyatakan The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga hingga ke level 6% untuk melawan inflasi

"Inflasi tidak akan turun seperti yang diharapkan orang," katanya. "Tapi yang pasti akan turun sedikit."

Jika kondisinya masih urung membaik, Dimon berpendapatan The Fed dapat mulai menaikkan suku bunga pada kuartal keempat dan menyebut kenaikan suku bunga acuan tersebut "mungkin saja 6%."

Aliran modal bisa kembali keluar dari negara emerging market seperti Indonesia, dolar AS menjadi perkasa lagi dan nilai tukar mata uang lainnya berisiko kembali terpuruk. Mata uang terpuruk, inflasi tentunya bisa kembali meningkat yang bakal mencekik masyarakat.

Dalam kondisi tersebut Bank Indonesia (BI) berpeluang kembali menaikkan suku bunga, yang biasa membuat pelambatan ekonomi semakin dalam. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dunia, perang melawan inflasi yang tak kunjung selesai.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Video: The Fed Kerek Lagi Suku Bunga Acuan 50 Bps


(pap/pap)

Adblock test (Why?)



from "pasar" - Google Berita https://ift.tt/nWr3uVY
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Frances Bahan Obituary and Online Memorial (2011) - Legacy.com

[unable to retrieve full-text content] Frances Bahan Obituary and Online Memorial (2011)    Legacy.com