Search This Blog

Minggu, 19 Maret 2023

Pasar Menanti The Fed Banting Setir, IHSG Mau ke Mana? - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan di Indonesia pada pekan ini cenderung bervariasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau merana, tetapi rupiah justru berhasil melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat amblas 1,29% dan ditutup di level 6.678,24. Ini merupakan kinerja mingguan terburuk sejak pekan pertama 2023 atau dalam tiga bulan terakhir.

Data pasar menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih hingga mencapai Rp 2,72 triliun di pasar reguler sepanjang pekan ini.

Sedangkan rupiah justru menggembirakan, di mana rupiah menguat 0,68% dalam sepekan di Rp15.340/US$ di pasar spot. Kinerja positif pekan ini sekaligus mengakhiri pelemahan 5 pekan beruntun.

Selama lima hari perdagangan tercatat rupiah mampu menguat sebanyak tiga kali, sedangkan sisanya melemah.

IHSG yang amblas dan rupiah yang menggembirakan terjadi berkaitan dengan kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) yang dimulai pada Jumat pekan lalu dan berimbas ke beberapa bank di Amerika Serikat (AS) dan bahkan berimbas ke salah satu bank di Swiss.

Pasar khawatir bahwa fenomena krisis yang pernah terjadi di 2008-2009 kembali terulang di tahun ini. Hal ini karena krisis SVB berimbas ke beberapa bank hanya dalam kurun waktu sehari saja, bahkan dalam hitungan jam.

Krisis SVB berimbas ke bank-bank AS lainnya seperti Signature Bank, Silvergate Bank, dan yang paling anyar yakni First Republic Bank. Bahkan tidak hanya di AS saja, salah satu bank di Swiss yakni Credit Suisse juga terdampak.

Sebelumnya, Signature Bank diambil alih otoritas keuangan AS pada Minggu lalu, setelah adanya penarikan dana besar-besaran pada nasabah hingga mencapai US$ 10 miliar.

Bank yang memiliki banyak nasabah di sektor real estate tersebut memiliki aset senilai US$ 110, miliar dan simpanan sebesar US$ 88,59 miliar per akhir 2022. Akibatnya, sektor finansial di AS pun sempat menjadi sektor yang paling merah pada Selasa lalu waktu AS.

Belum lagi penurunan harga saham Credit Suisse semakin membuat para pelaku pasar makin ketar-ketir. Beberapa data ekonomi yang rilis pun tampaknya masih belum bisa menyelamatkan IHSG dari keterpurukan dalam minggu ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (15/3) sekitar pukul 11.00 WIB, mencatat, neraca perdagangan Indonesia tetap mengalami surplus pada Februari 2023. Surplus tercatat sebesar US$5,48 miliar. Surplus ini disebabkan ekspor yang lebih tinggi yakni US$ 21.40 miliar, sementara itu impor hanya US$ 15,92 miliar.

Surplus tersebut tercatat lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya sebesar US$ 3,87 miliar.

Angka surplus ini berada di atas konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga. Konsensus ekonom memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2023 sebesar US$ 3,2 miliar.

Surplus Februari ini sekaligus memantapkan rekor surplus 34 bulan beruntun sejak Mei 2021.

Selain itu, IHSG mendapatkan angin segar dari rilis suku bunga Bank Indonesia (BI). BI mempertahankan suku bunga acuan ini seiring dengan kebijakan moneter netral yang bertujuan untuk mencapai target inflasi 2%-4% pada September tahun ini sambil mendukung pertumbuhan ekonomi.

Meskipun inflasi tahunan meningkat menjadi 5,47% pada bulan Februari, BI tetap mempertahankan pandangan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5%-5,3% untuk tahun ini.

Berbeda dengan IHSG, nasib rupiah justru lebih baik, karena bakal melunaknya sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) setelah adanya krisis perbankan pada pekan ini.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 62% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan depan. Sementara itu, 38% probabilitas sisanya melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya.

Ekspektasi tersebut berbalik dengan cepat setelah kolapsnya SVB, sebelumnya pasar yakin The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pekan lalu.

Rupiah juga terbantu dengan sikap BI yang memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%.

Selain itu kemungkinan perbankan Indonesia mengalami hal seperti SVB juga sangat kecil.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dari hasil stress test yang dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) krisis bank AS yang disebabkan bangkrutnya tiga bank itu tidak berdampak ke bank-bank Indonesia.

"Sejak tahun lalu kita melakukan stress test, di BI setiap bulan tugas kami stress test untuk memastikan everything is ok," ujar Perry saat konferensi pers seperti dikutip Jumat, (17/3/2023).

Namun, Perry menegaskan bahwa BI tetap waspada mengenai persepsi dari perkembangan guncangan di sektor perbankan ini. Salah satunya dengan mengelola persepsi para pelaku pasar keuangan dan ekonomi melalui stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Adblock test (Why?)



from "pasar" - Google Berita https://ift.tt/UmkrqVB
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harry Bahan Obituary and Online Memorial (2008) - Legacy.com

[unable to retrieve full-text content] Harry Bahan Obituary and Online Memorial (2008)    Legacy.com