Selasa, 11 Juli 2023 - 01:52 WIB
Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) menilai, social commerce semestinya tetap didefinisikan sebagai pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau sebagai e-Commerce yang telah diatur oleh Permendag.
Sehingga menurutnya, aturan-aturan teknisnya menjadi jelas, termasuk mematuhi harga eceran tertinggi (HET) dari beberapa produk yang sudah diatur, khususnya kebutuhan pokok. Diketahui, masifnya perdagangan melalui social commerce menjadi sorota.n sebab berisiko mematikan bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Salah satu yang disoroti adalah Tiktok Shop. Ditegaskan aktivitas perdagangan melalui media itu juga harus patuh pada aturan perpajakan di Indonesia. Sehingga, dari sisi perpajakan, ada level playing field yang sama dengan platform e-Commerce. Dengan begitu, persaingan akan menjadi lebih sehat.
“Sebab adanya Tiktok Shop ini sebetulnya menggerus platform e-Commerce yang bayar pajak, sementara model social commerce tidak membayar pajak,” ujar Bhima dikutip dari keterangannya, Selasa, 11 Juli 2023.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pengawasan dan perlindungan konsumen. Selama ini, pengawasan terhadap produk yang ditawarkan melalui social commerce tidak dilakukan dengan ketat. Sehingga, masyarakat tidak tahu apakah barang asli atau palsu. Hal ini tentu akan meresahkan masyarakat.
“Kalau dibiarkan, platform seperti Tiktok Shop ini dikhawatirkan akan menjadi tempat transaksi barang-barang ilegal maupun barang-barang bermasalah karena tidak diregulasi secara ketat layaknya e-Commerce,” tutur Bhima.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Karena itu, Bhima mendesak Pemerintah segera merilis aturan dalam bentuk Permendag maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai social commerce, entah dalam peraturan terpisah maupun revisi dari peraturan sebelumnya.
from "pasar" - Google Berita https://ift.tt/CijQ3Nc
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar