Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Tanah Air pekan lalu nyatanya tak mampu mencatatkan kinerja yang cemerlang.
Rupiah tercatat melemah dan surat berharga negara (SBN) ramai dilepas investor terlihat dari naiknya angka imbal hasil. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat meskipun tipis.
Ini terjadi di tengah guncangan respon kebijakan moneter terbaru baik dari bank sentral Amerika Serikat (AS) maupun dari Bank Indonesia (BI).
Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami kenaikan 0,14% secara point-to-point, menguat 0,61% dalam sebulan, dan masih menguat 2,58% dalam tiga bulan terakhir.
Pekan lalu, IHSG tercatat 3 kali menguat dan hanya 2 kali ambles yakni pada Rabu (21/9/2022) dan Jumat (22/9/2022). Pelemahan Rabu pekan lalu dipicu oleh penantian investor terkait suku bunga The Fed yang diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia, serta pada Jumat investor telah merespon kebijakan suku bunga tersebut baik dari The Fed maupun BI.
Sepanjang pekan lalu IHSG bergerak di kisaran 7.127,53-7.219,03. Namun, pada perdagangan hari terakhir pekan lalu, Indeks ditutup ambruk nyaris 1% ke posisi 7.178,58 dan keluar jauh dari zona 7.200.
Sebagai cacatan pada penutupan akhir pekan lalu, Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya yakni mencapai Rp 626,6 miliar. Sedangkan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 576,5 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 509,4 miliar.
Dalam sepekan, investor asing tercatat masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 262,71 miliar di seluruh pasar. Sementara, aksi jual (net sell) masih mendominasi di pasar reguler sebesar Rp 1,22 triliun.
Sepanjang pekan lalu, sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG didominasi oleh keputusan kebijakan moneter suku bunga oleh sejumlah bank sentral, termasuk dari dalam negeri oleh Bank Indonesia.
The Fed resmi menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 bps dalam kali ketiga beruntun. Keputusan yang diperoleh dengan suara bulat 12 anggota komite tersebut akan menaikkan suku bunga acuan AS atau federal-funds rate (FFR) ke kisaran antara 3% dan 3,25%, level yang terakhir terlihat pada awal 2008.
Kenaikan siklus kali ini sejatinya sesuai dengan ekspektasi pasar, akan tetapi komentar The Fed yang mengindikasikan The Fed tetap hawkish membuat investor makin waswas. Tingkat suku bunga terminal atau posisi FFR di mana bank sentral akan mengakhiri rezim pengetatannya diproyeksikan akan mencapai 4,6%.
Dari dalam negeri, pada pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, BI memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%, suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,5% dan suku bunga Lending Facility sebesar 5%.
BI sekali lagi mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps. Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memperkirakan kenaikan sebesar 25 bps.
Keputusan BI menaikkan suku bunga dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
from "bagaimana" - Google Berita https://ift.tt/GUdkOqb
via IFTTT
from Cara Muncara https://ift.tt/R8FZBw4
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar