Search This Blog

Rabu, 19 Oktober 2022

Saat Dunia Merancang dan Bicara Masa Depan Metaverse, Bagaimana Indonesia? | merdeka.com - Merdeka.com

Rabu, 19 Oktober 2022 23:00 Reporter : Merdeka
Saat Dunia Merancang dan Bicara Masa Depan Metaverse, Bagaimana Indonesia? ilustrasi metaverse. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Catriona Campbell sudah membayangkan bagaimana dunia nantinya diselimuti metaverse. Pemikiran dan perilaku yang dianggap di luar pakem, tak berlaku lagi ketika orang terbiasa melihat di sekelilingnya memakai headset virtual reality (VR).

Seorang pakar Artificial Intelligence (AI) dan Psikolog ini terang-terangan mengatakan 50 tahun mendatang, memiliki bayi dan merawatnya tak perlu repot-repot ganti popok. Bayi-bayi lucu itu akan tersedia di jagad ilusi metaverse. Campbell menyebutnya sebagai generasi tamagochi.

taboola mid article

"Saya rasa permintaan akan banyak dan tentu Anda tak perlu merogoh kantong terlalu dalam untuk merawatnya," kata dia seperti dilaporkan Mashable.

Cara ini juga, menurut dia, mampu menahan laju populasi warga dunia. Metaverse memang barang baru. Gaungnya telah merambat hingga penjuru dunia. Semua itu gara-gara Mark Zuckerberg. CEO Meta ini mempercayai langkah memadukanAugmented Reality (AR) dan VR secara bersama-sama, mampu menyediakan masa depan internet bagi orang-orang di seluruh dunia.

Sederhananya, suatu konsep di mana teknologi AR yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Teknologi ini kerap dianggap sebagai simulasi dunia nyata manusia yang diterapkan di dalam dunia virtual.

Atas kepercayaannya itu, dilaporkan GizChina dan Engadget, Zuckerberg merelakan duit USD70 miliar untuk 'bertaruh' di dunia Metaverse selama ini. Padahal saat memperkenalkan terobosannya itu kepada publik pada Oktober 2021, ia hanya menyiapkan investasi sebesar USD 150 juta.

"Ini bukan investasi yang akan menguntungkan kami dalam waktu dekat. Tapi kami pada dasarnya percaya bahwa metaverse akan menjadi terobosan baru internet," jelas Zuckerberg.

Lalu, bagaimana hasilnya? Mengecewakan. The Wall Street Journal (WSJ), seperti dikutip dari CNBC, Senin, (17/10), melaporkan bahwa Horizon Worlds telah gagal memenuhi harapan. Horizon Worlds adalah platform game berbasis VR dan AR yang menggunakan Oculus dan dikembangkan oleh Meta.

Pengguna aktif bulanan saat ini di platform tersebut kurang dari 200 ribu. Di awal, perusahaan menargetkan pengunjung aktif bulanan bisa mencapai angka 500 ribu. Namun di pertengahan jalan, Zuckerberg mau tak mau harus merevisi target menjadi 280 ribu. Hal ini menandakan bahwa ketika target diturunkan pun, Horizon Worlds harus rela menelan pil pahit.

Ironisnya, dalam dokumen itu menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna tidak kembali bermain di platform itu setelah bulan pertama. Konsekuensi ini kemudian berdampak terhadap jumlah penggunanya yang terus menukik sejak musim semi.

Tim Cook, CEO Apple pun sempat menyindir kengototan Zuckerberg mengembangkan metaverse. Ia tak yakin bahwa orang-orang ingin menghabiskan waktu berjam-jam menggunakan VR di masa mendatang. Bahkan, kata dia, meski gaung konsep ini ramai, untuk sekadar orang-orang menjelaskan dan memahami apa itu metaverse saja masih serampangan.

"VR adalah sesuatu yang benar-benar dapat membuat Anda tenggelam. Dan itu dapat digunakan dengan cara yang baik. Tapi saya tidak berpikir Anda ingin menjalani seluruh hidup Anda seperti itu. VR cocok digunakan hanya pada periode yang ditentukan, tetapi bukan cara untuk berkomunikasi secara bijak," kata dia.

2 dari 3 halaman

Bagaimana di Indonesia?

Ingar-bingar metaverse di dunia, merambat secara cepat hingga ke Indonesia. Banyak kalangan industri kecantol ingin mengadopsi konsep ini. Mulai dari industri game, perbankan, properti, perguruan tinggi, asosiasi, bahkan konglomerasi besar Tanah Air. Semuanya berlomba-lomba tak ingin ketinggalan gegap gempitanya metaverse.

Pieter Lydian, Country Director, Meta Indonesia mengakui di negeri ini metaverse sedang berada pada proses awal, bahkan hal ini terjadi di seluruh dunia. Oleh sebab itu, semua negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpacu. Mengejar harapan membangun metaverse.

"Maka di sini, kita berharap Indonesia tidak hanya jadi penonton saja. Terlebih metaverse itu terjadi 5 sampai 10 tahun yang akan datang," ungkap Pieter saat konferensi pers di kantor Meta Indonesia.

Menurut Pieter, pola pikir inovasi harus digencarkan. Metaverse memang bukan barang yang bisa dilihat, namun jika berpikir seperti itu terus menerus maka kemajuan zaman tak akan ada lagi.

"Kalau semua manusia itu percaya pada hal yang bisa dilihat, kita masih hidup di zaman batu. Tidak ada inovasi. Karena itu kami sebagai innovator, push dari semua inovasi teknologi, termasuk metaverse," ujar dia.

Pieter juga mengungkapkan, dalam perjalanannya membangun metaverse, justru akan terjadi proses ekonomi. Sayangnya ia tak mengungkap detail proses ekonomi yang seperti apa yang akan terjadi.

"Maunya kita, orang-orang Indonesia mengoptimalkan sebesar-besarnya dalam proses menuju metaverse," terang dia.

Hal senada diungkapkan Chief Sales dan Marketing Officer Grup WIR Group, Gupta Sitorus. Ia mengakui bahwa penerapan metaverse tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Semua elemen harus bersama-sama membangun ekosistem metaverse.

“Metaverse jangan sampai di-notice sebagai teknologi yang berdiri sendiri. Metaverse adalah sebuah pengejawantahan ekosistem internet. Tapi tidak menafikan itu akan kejadian karena internet akan berevolusi,” ungkap Gupta.

WIR Group saat ini merupakan pemain di teknologi imersif AR yang terintegrasi dengan VR, dan AI di Indonesia ataupun di ranah internasional. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, WIR Group memiliki visi untuk menyediakan dunia Metaverse yang dapat dinikmati semua orang dalam memasuki era web 3.0.

Sejauh ini, sentuhan awal metaverse yang dapat ditunjukkan Meta Indonesia adalah dengan menggunakan smartphone. Membuat produk Non Fungible Token (NFT) yang hadir melalui Instagram.

Dengan langkah ini, Meta mengganggap dapat mendukung kreator memonetisasi kreativitasnya. Lalu, menjalin kemitraan dengan Hacktiv8 untuk menghadirkan pengalaman AR sebagai sentuhan awal dari metaverse. Hacktiv8 ini merupakan lembaga pendidikan yang fokus pada pengembangan talenta digital.

Pemerintah Indonesia sendiri masih belum mau berkomentar terkait kebijakan-kebijakan terkait metaverse. Saat ini, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, pemerintah fokus terhadap pembangunan infrastruktur digital.

3 dari 3 halaman

Perlukah Investasi di Metaverse?

Heru Sutadi, Direktur ICT Institute menyebutkan kehadiran metaverse merupakan kesempatan besar bagi Indonesia untuk mengembangkan teknologi. Dengan metaverse pula, berpotensi memperkuat layanan digital seperti properti, game, keuangan, pemerintah, dan lain sebagainya. 

"Metaverse saat ini kan masih berkembang dan belum menemukan used case atau penggunaan yang pas. Jadi karena baru teknologinya, kesempatan bagi kita juga untuk mengembangkan pemanfaatan dan teknologinya," kata dia.

Meski begitu, kehadiran teknologi baru pasti akan menghadirkan dua sisi yang berbeda. Dari sisi sosial, misalnya. Interaksi antarindividu yang akan terdampak. Chairman Yayasan Internet Indonesia, Jamalul Izaa memberikan contoh smartphone. Sebelum adanya smartphone, interaksi antarindividu begitu kental. Bercengkrama bersama keluarga maupun kawan tanpa harus bolak-balik melihat notifikasi smartphone.

"Tetapi, mau tidak mau kita harus menuju ke sana (metaverse-red)," jelas Jamal.

Dengan demikian, apakah perusahaan-perusahaan harus berinvestasi di metaverse saat ini? Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam mengatakan, perlu atau tidaknya perusahaan berinvestasi tergantung dari sudut pandang dan pemicunya. 

"Ini tergantung dari sudut pandang juga. Seperti sekarang ada mobil listrik, apakah orang langsung beli mobil listrik? Belum tentu juga. Walaupun harga BBM naik. Kondisi di Indonesia pun agaknya masih ragu-ragu nih. Bener mobil listrik akan dibutuhkan?  Sama halnya dengan apakah orang harus berinvestasi di sana (metaverse-red)? Ya itu tergantung pemicunya. Tetapi, metaverse adalah suatu hal yang pasti," kata Zul. 

Yang jelas, lanjut Zul, penerapan metaverse yang massif harus didongkrak melalui momentum yang tepat. Sebagai contoh penggunaan Zoom. Sebelum adanya pandemi, penggunaan video conference masih sedikit. Namun kala pandemi merebak, tren video conference meningkat.  

"Metaverse kalau gak ada momentum atau stimulus, seperti bagaimana orang mendapatkan sesuatu berbentuk uang di metaverse, maka gak akan kesana. Harus ada pemicunya. Nah, pemicunya ini yang lagi disiapkan oleh kreator-kreator bagaimana agar orang-orang masuk di metaverse. Yang tadinya orang anggap game doang, tetapi akan jadi bisnis di masa mendatang," ujar dia.

[faz]

Adblock test (Why?)



from "bagaimana" - Google Berita https://ift.tt/f6NxMVO
via IFTTT

from Cara Muncara https://ift.tt/krTVMHu
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apun Bahan Scheme Assam 2024: Eligibility, Required Documents and Application Process - PM Scheme Hub

[unable to retrieve full-text content] Apun Bahan Scheme Assam 2024: Eligibility, Required Documents and Application Process    PM Scheme Hub