JAKARTA, investor.id - Harga Surat Utang Negara (SUN) diperkirakan melanjutkan penguatannya pekan ini dengan imbal hasil (yield) 10 tahun bergerak turun ke level 6,5-6,9% yang sebelumnya ditutup pada level 6,7%. Bila The Fed dan Bank Indonesia menahan kenaikan suku bunga, pasar SUN diproyeksi mampu menarik lebih banyak investor asing dan mempertahankan yield 10 tahun pada level 6,8% hingga 2022 berakhir.
“Harapannya yield turun ya, semoga bisa ke 6,5%. Tetapi tantangannya, pekan ini akan ada rapat the Fed lagi yang kemungkinan membuat investor berhati-hati lagi karena ada kemungkinan naik 50 bsp (basis poin),” jelas Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana kepada Investor Daily, Minggu (4/12/2022).
Pekan ini, tambah Fikri, pasar surat berharga negara (SBN) akan diwarnai sentimen dari dalam negeri, seperti perolehan lelang SBN, perilisan data cadangan devisa, hingga indeks kepercayaan konsumen. Untuk lelang SBN, dia optimistis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu akan menerima penawaran masuk (incoming bids) hingga Rp 40 triliun pada Selasa (6/12/2022). Lebih tinggi dari lelang dua pekan lalu sekitar Rp 30 triliun.
Baca juga: Korporasi Raih Rp 144,9 Triliun dari Surat Utang, Masih Marak!
Sedangkan pada Rabu (7/12/2022), pengumuman cadangan devisa (cadev) Indonesia diproyeksikan bertambah sekitar US$ 1,8-2 miliar menjadi Rp 132 miliar. Hal ini berkat capital inflow di pasar SBN dan saham pada November 2022, setelah cadev turun tiga bulan terakhir.
“Indeks kepercayaan konsumen salah satu tambahannya mungkin nanti di hari Kamis (8/12/2022), so far saya lihat semua akan positif. Saya pikir ini akan sedikit memberikan tambahan kepercayaan investor ke SBN di dalam negeri,” sambung Fikri.
Khusus sentimen global, dia menilai bahwa rencana penaikan suku bunga the Fed bisa menjadi katalis negatif terhadap pasar SBN namun pada level yang terbatas. Sebab, kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed tidak akan sebesar bulan-bulan sebelumnya yang mencapai 75 bsp dalam satu kali pengumuman.
Baca juga: Sejak 2009, SMF Terbitkan Surat Utang Senilai Rp 50,4 Triliun
Usai agresivitas penaikan suku bunga sebelum-sebelumnya, Fikri memperkirakan the Fed mulai membatasi kenaikan suku bunga akhir tahun ini hingga 2023. “Jadi mungkin pasar bonds sudah mulai melihat bahwa yield juga akan terjaga nanti, terutama untuk jangka panjang. Kalau kenaikan suku bunga biasanya memengaruhi kenaikan yield jangka pendek,” tambah Fikri.
Optimisme kenaikan yield 10 tahun akan relatif lebih terbatas, dilatarbelakangi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terjaga. Sementara itu, prediksi yield 10 tahun berada di kisaran 6,8% hingga akhir 2022 dipercaya mungkin tercapai karena jaraknya cukup dekat dengan realisasi yield saat ini.
“Tetapi sekali lagi tergantung investor juga. Mungkin nanti setelah tanggal 14 Desember 2022 (pengumuman the Fed) biasanya memengaruhi pasar secara global dan pasar kita juga,” imbuh Fikri.
Baca juga: Lewat Surat Utang, 71 Emiten Serok Dana Rp 121,03 T
Dari sisi investor asing, dia memperkirakan bahwa total capital inflow di pasar SBN masih akan negatif dibandingkan posisi 2021. Mengingat, terlalu banyak investasi asing yang keluar dari pasar SBN Indonesia sepanjang tahun ini yang mencatatkan angka negatif Rp 170 triliun.
Ditambah capital inflow sekitar Rp 11 triliun pada November 2022, jumlah investasi asing di pasar SBN diperkirakan masih negatif secara year to date (ytd) sebesar Rp 160 triliun. Pada sisa tahun ini, Fikri memperkirakan ada tambahan investasi masuk sekitar Rp 10-20 triliun sehingga pasar SBN akan mencatatkan capital outflow sekitar Rp 150 triliun dibandingkan tahun lalu.
“Untungnya karena likuiditas domestik masih cukup baik, perbankan bisa memiliki sumber pembeli siaga terbesar ditambah potensi BI jadi saya pikir ini yang menguntungkan kita saat ini,” pungkasnya.
Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)
Sumber : Investor Daily
from "pasar" - Google Berita https://ift.tt/1wEcxfD
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar