- IHSG tertekan selama semester I 2023, di tengah ketidakpastian global, termasuk kebijakan uang ketat ala bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
- Bernasib lebih mujur, Wall Street berpesta, baik selama sepekan maupun per semester I 2023.
- Mengawali paruh kedua tahun ini,pasar keuangan domestik menunggu katalis positif, termasuk masuknya dana asing, seiring rilisnya sejumlah data makro dan rilis laporan keuangan kuartal II 2023.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia akan kembali dibuka mulai hari ini usai libur perayaan Idul Adha sejak Rabu pekan lalu (28/6) atau di akhir Juni. Ini sekaligus menandai masuknya semester II 2023.
Pada perdagangan Selasa minggu lalu (27/6), sebelum libur panjang Hari Raya Idul Adha, IHSG ditutup terkoreksi 0,04% ke 6.661,88.
Sedangkan, sepanjang semester I-2023, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kurang memuaskan, di mana IHSG minus 2,76%. IHSG berada di dalam tren sideways. Pergerakannya terbatas di kisaran 6.500-6950.
Secara garis besar kondisi IHSG dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni ketidakpastian ekonomi global.
Sebut saja, mulai dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang masihhawkishhingga kondisi ekonomi negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia yang cenderung melemah seperti China.
Di paruh kedua 2023, secara makro, fundamental perekonomian Indonesia yang cukup baik berpotensi menjadi daya tarik pelaku pasar domestik maupun asing.
Selain itu, inflasi yang lebih terjaga, dan perekonomian yang tetap dapat bertumbuh menjadi katalis positif untuk IHSG ke depan.
Namun, potensi aksi 'galak' The Fed yang masih akan berlanjut dan risiko resesi AS masih akan membayangi pasar saham global, tak terkecuali RI.
Dalam waktu dekat, data inflasi Indonesia per Juni dan PMI manufaktur yang akan dirilis pada hari ini hingga risalah rapat FOMC The Fed dan rilis kinerja kuartal II 2023 akan menjadi pewarna perdagangan saham RI.
Berbeda dengan IHSG, kendati sempat jatuh, secara keseluruhan, mata uang rupiah mencatatkan kinerja cemerlang pada Januari-Juni tahun ini.
Merujuk pada dataRefinitiv,rupiah ditutup pada posisi Rp 14.990/US$1 pada perdagangan terakhir semester I, Selasa (27/6/2023). Artinya, rupiah menguat 3,84% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada 6 bulan pertama tahun ini.
Penguatan nilai tukar rupiah pada semester I 2023 terbilang luar bisa mengingat rupiah lebih kerap tumbang pada paruh pertama dalam lima tahun terakhir.
Pada periode 2019-2023, hanya dua kali rupiah menguat pada semester I yakni pada 2019 dan tahun ini. Rupiah tumbang pada semester I 2020, 2021, dan 2022 atau tiga tahun terakhir.
Jika diurut ke belakang lagi, maka rupiah melemah lima kali dan menguat lima kali juga dalam 10 tahun terakhir.
Pelemahan rupiah pada 2020 hingga 2022 sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian global mulai dari pandemi Covid-1, perang Rusia-Ukraina hingga puncaknya kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Salah satu yang membuat rupiah menguat tajam adalah derasnyacapital inflow.
Merujuk data Bank Indonesia (BI), investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 94,68 triliun pada awal tahun ini hingga 26 Juni 2023.
Net buypada pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 80,43 triliun sementara pada pasar saham tercatat 14,25 triliun.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan semester I-2022 di mana investor asing mencatatkannet sellsebesar Rp 111,12 triliun di pasar SBN dannet buydi pasar saham sebesar Rp 61,82 triliun.
Rupiah mengawali tahun ini di posisi Rp 15.565 dan mata uang Garuda tetap bertahan di level psikologis Rp 15.000 hingga akhir Januari.
Rupiah menguat tajam pada akhir Januari dan sempat bergerak di bawah Rp 15.000.
Namun, krisis perbankan di AS pada Maret tahun ini. Mata uang Garuda resmi keluar dari zona psikologis Rp 15.000 pada awal April sejalan dengan terus melandainya inflasi AS serta sikap The Fed yang relatif lebihdovish.
Rupiah menguat tajam pada awal Juni setelah pelaku pasar meyakini The Fed menahan suku bunga acuan pada tengah Juni.
The Fed memang pada akhirnya menahan suku bunga di kisaran 5,0-5,25%.
Namun,Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga ke depan.
Inilah yang membuat rupiah jeblok pada awal pekan lalu. Pada Senin (26/6), rupiah tutup melemah 0,13% di posisi Rp 15.010. Ini adalah kali pertama rupiah ditutup di bawah Rp 15.000 setelah 30 Maret tahun ini.
from "pasar" - Google Berita https://ift.tt/IxXlCm4
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar